Mantan Dirut Merpati Bantah Korupsi Pengadaan Pesawat
Jakarta - Mantan Dirut Merpati Nusantara Airlines, Hotasi Nababan membantah telah melakukan korupsi pengadaan dua unit pesawat sehingga merugikan negara USD 1 juta. Menurut Hotasi, persoalan yang terjadi adalah perkara perdata karena pihak yang seharusnya memasok dua unit pesawat untuk perusahaan plat merah itu justru ingkar janji (wanprestasi).
Pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta dengan agenda pembacaan nota keberatan (eksepsi), Kamis (12/7), tim penasihat hukum Hotasi menyatakan bahwa MNA memang melakukan pengadaan dua unit pesawat jenis Boening 737-400 dan Boeing 737-500 pada 2006 dengan cara sewa (leasing). Untuk itu PT MNA atas sepertujuan Hotasi menempatkan dana USD 1 juta sebagai security deposit di Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG).
Koordinator Tim Penasihat Hukum Hotasi, Juniver Girsang saat membacakan eksepsi menyatakan, penempatan security deposite adalah hal lazim dalam bisnis airline. MNA, kata Juniver, sempat menawar ke pihak TALG agar security deposite dalam bentuk letter of credit (L/C) atau escrow account.
"Namun karena kredibilitas keuangan PT MNA sedang rendah, pihak TALG menolak permintaan PT MNA dan bersikeras agar security deposite dalam bentuk cash," ucap Juniver di hadapan majelis hakim yang diketuai Pangeran Napitupulu.
Namun setelah uang USD 1 juta disetor oleh MNA pada 20 Desember 2006, ternyata ada gelagat dari TALG bakal ingkar janji karena belum ada pesawat yang akan disewakan ke Merpati. Hinga akhirnya, MNA membatalkan kontrak dan minta pengembalian uang yang sudah disetor sebagai security deposite.
Pengembalian uang itu juga diperkuat dengan putusan District Court of Columbia di Washington DC pada 8 Juli 2003. "PT TALG diperintahkan mengembalikan security deposite USD 1 juta," ucap Juniver.
Karenanya Juniver mempersoalkan dakwaan JPU yang mendakwa Hotasi telah melakukan korupsi. Terlebih lagi dari berbagai penyelidikan yang dilakukan oleh Bareskrim Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kasus itu tersebut tidak layak dinaikkan ke penyidikan. KPK melalui surat nomor : R-33898/40-43/2009 tanggal 27 Oktober 2009, menyatakan kasus perjanjian sewa pesawat dan penyerahan Security Deposit oleh pihak PT MNA tidak memenuhi ketentuan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sesuai UU Nomor 31 Tahun 1999.
Karenanya pengacara senior itu juga mempersoalkan agenda terembunyi di kejaksaan karena seolah memaksakan kasus perdata menjadi perkara tindak pidana korupsi. ""Mengubah dan memaksakan kasus ini menjadi pidana salah satu bentuk abuse of power," ucapnya.
Juniver pun meminta agar majelis membatalkan surat dakwaan JPU karena tidak cermat. "Agar majelis membebaskan terdakwa dari dakwaan JPU," ucap Juniver.
Sementara Hotasi yang ditemui usai persidangan mengatakan bahwa sebenarnya MNA sudah melakukan penagihan ke pihak TALG agar mengembalikan security deposite USD 1 juta sebagaimana putusan pengadilan di Washington DC. "Malah sudah mulai dicicil," ucapnya.
Seperti dietahui, pada persidangan sebelumnya Kamis (5/7) lalu JPU Heru Widarmoko mendakwa Hotasi telah korupsi USD 1 juta. Menurut JPU, meski dana USD 1 juta sudah disetor ternyata pesawat yang akan disewa MNA dari TALG masih dimiliki dan dikuasai oleh pihak lain, yaitu East Dover Ltd.
Menurut JPU, Hotasi sebenarnya sudah tahu uang yang akan dibayarkan ke PT TALG sebenarnya akan digunakan untuk kepentingan lain. "Bahwa akibat perbuatan terdakwa Hotasi selaku Dirut MNA membayarkan security deposite secara cash USD 1 juta telah memperkaya pihak lain dalam hal ini TALG dan mengakibatkan kerugian negara USD 1 juta," sebut JPU.
Akibat perbuaan tersebut, Hotasi dalam dakwaan primair dijerat dengan pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun penjara dan denda sebanyak-banyaknya Rp 20 miliar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar